12.02.2013

Cerpen


Seseorang bertandang ke mimpiku tadi malam. Bertanya dan memberikan ceramah yang aku hafal di luar kepala dan aku pahami betul intinya. Aku sudah berhenti bertanya mengapa kehadiranmu tetap terasa nyata tiap kali kamu mampir di mimpiku. Karena aku tidak tahu apa jawabannya. Aku pun heran, aku ingat betul terakhir kali kamu datang di sini, saat semuanya tidak lagi familiar.Terima kasih sudah mampir ke mimpiku. Aneh, dengan kamu hadir disana, rinduku terobati. Bukan kah harusnya sekian? Dan bukankah harusnya aku tidak perlu menulis ini? Padahal teknologi memudahkanku kiranya aku mau menghubungimu. Tapi mengapa malah teknologi mempersulit diriku sendiri dengan hanya melihat namamu saja aku sudah gemetaran?   
Mataku mengerling ke toolbar di sebelah judul post yang belum kutulis judulnya. Publish? Save?Kali ini otakku yang menang. Saved. Kalau hatiku ibarat manusia, mungkin dia mundur dengan tertunduk, kalah telak dengan si Otak. Sudah beberapa kali aku mencoba memainkan jemariku di puluhan angka, huruf, dan simbol di keyboard dengan mengeluarkan isi hatiku, dengan kata-kata yang kadang tidak cocok paduannya karena keterlibatan hatiku. Aku tidak mau dibilang pecundang. Tapi kurasa ceritaku, maksudku, cerita cintaku, bukan untuk konsumsi publik. Atau cuma aku yang tidak mau suatu hari dia tahu keberadaanku yang merindukannya. Dengan teknologi, sekali klik bukankah seluruh dunia sudah tahu? Sayangnya, seluruh dunia tidak tahu perasaanku kepada kamu. 
Teknologi mematikan mentalku. Aku tidak pernah tahu dengan menyapamu dengan satu kata, percakapan akan berakhir seperti apa. Aku hanya tidak mau kecewa dengan melihatmu membalas percakapan kita dengan satu kata. Aku takut. Ya, menurutku teknologi menakutkan.Entah bermula dari mana perasaan ini. Perasaan aku jatuh terbang. Aku mungkin terkesan menghindarimu. Entah mengapa bersamamu banyak kata mungkin. Kepastian hati menghantuiku. Aku selalu tidak suka zona abu-abu. Kita juga tidak tahu kemana waktu membawa. Aku menuliskan surat yang takkan kuucap kepadamu yang kusimpan sebatas draft saja, hingga detik ini. Ya, aku kalah telak. Dengan otakku sendiri.

Hai, pasti aneh ya baca tulisan gue di atas? Haha. Itu adalah penggalan cerita pendek yang tadinya mau gue ikut sertakan dalam suatu kompetisi menulis Rectoverso. Tapi..... mandek dan nggak sempat dilanjutin. Apa dikata gue cuma blogger yang nge-blog juga nggak rutin, sok-sok an pengen ikut kompetisi cerita pendek. Alhasil nggak selesai dan malah disimpen gitu aja di laptop. Dalam menulis cerpen gue terinspirasi dari beberapa cerita orang-orang yang pernah cerita sama gue dan pengalaman gue juga. Tantangan terbesarnya adalah gimana nempatin otak, kaki, dan hati di pihak yang pengen diceritain dan plotting ceritanya. Sepertinya gue memang masih harus banyak baca dan menulis buat nambah referensi. Duh, mendadak mencoba lupa skripsi belum dilanjutin. Sepertinya tulis-menulis cerpen ini ditunda dulu.
Semoga penulis Indonesia makin kece biar gue makin semangat bacanya dan belajar nulisnya haha. Have a blessed monday, people!

No comments:

Post a Comment