5.04.2013

Re-defining Life

Minggu lalu aku bertemu seorang bapak setengah baya yang menyapaku juga temanku ketika kami sedang menunggu. Hari itu aku dibuatnya berpikir. Dia mengucapkan sesuatu tentang 're-defining' yang dia tanyakan langsung kepadaku dan Anissa apa pandanganku tentang keberuntungan.
Setelah lama berbincang, yang herannya kami tidak ada yang beranjak untuk pamit izin, beliau berujar,
Keberuntungan adalah perkawinan antara persiapan dan kesempatan.
Kami diam sejenak. Menghayati setiap kata yang diujarkannya. Tidak ada yang salah. Saking benarnya kami sampai diam dan memandang ke arah tak tentu dengan mata penuh pengandaian. Ia bertanya, "Tahukah kalian mengapa kalian ketemu saya disini?" Aku dan Anissa belum terlepas dari ruang diam kami. "Karena kalian sudah siap mendengar apa yang telah saya katakan. Kalau kalian belum siap, kalian bisa saja izin pamit masuk ke dalam karena saya yakin kalian banyak urusan di dalam. Tapi nyatanya tidak toh? Kalian masih mau ngobrol sama saya dan mendengarkan saya ngomong-ngomong--seperti mungkin ih nggak jelas nih Bapak siapa sih. Tapi kalian tidak toh?"
Aku diam lagi. Ternyata Bapak ini sering lari pagi dan sering mengajak ngobrol hal yang sama ini dengan mahasiswa yang ditemuinya, agar mereka mulai bisa meredefinisikan hidup, menyiapkan persiapan ketika suatu saat bertemu kesempatan. Ia juga bilang untuk kiranya menyiapkan diri menghadapi dunia kerja dengan menyiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk mencari kerja dan beasiswa dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya dan terus gigih mencapai gelar sarjana. Sungguh menginspirasi, benar-benar ada tempat untuknya di surga kelak.

Setelahnya aku sadar, bertemu dengan Bapak yang bahkan sampai akhir pertemuan itu aku tak menangkap namanya dan siapa dia sebenarnya di lingkungan kampus, adalah suatu kesempatan. Untuk kesiapanku, menurut beliau aku siap bertemu beliau dan membicarakan hal yang sangat berguna untuk hidupku. Aku beruntung.

No comments:

Post a Comment